Total Tayangan Halaman

Rabu, 11 Mei 2016

KONVERSI SAMPAH KOTA PEKANBARU MENJADI ENERGI LISTRIK ALTERNATIF DENGAN METODE GASIFIKASI

 

 

 

 

KARYA TULIS ILMIAH

 

KONVERSI SAMPAH KOTA PEKANBARU MENJADI ENERGI LISTRIK ALTERNATIF DENGAN METODE GASIFIKASI

 

 

Di susun oleh:

AZHARI HARAHAP (1307112953/ANGKATAN 2013)

MELIANA DEWI (1307123438/ANGKATAN 2013)

 

 

UNIVERSITAS RIAU

PEKANRAU

2015

 




KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul Konversi Sampah Kota Pekanbaru Menjadi Energi Listrik Alternatif dengan Metode Gasifikasi”. Selawat beserta salam ke Rasulullah SAW.

Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Ibu Syelvia Putri Utami, ST, M. Eng. yang telah membantu kami dalam mengerjakan karya tulis ilmiah ini.Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya tulis ilmiah ini.Karena itu kami berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Pada bagian akhir, kami akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari orang-orang yang ahli di bidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat berguna bagi kita bersama. Semoga karya tulis ilmiah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.



      Pekanbaru, April 2015


  Penulis







KONVERSI SAMPAH KOTA PEKANBARU MENJADI ENERGI LISTRIK ALTERNATIF DENGAN METODE GASIFIKASI
Azhari Harahap dan Meliana Dewi
Syelvia Putri Utami, ST , M.Eng
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Abstrak
Sampah merupakan permasalahan setiap daerah, baik pedesaan maupun perkotaan.Dengan jumlah penduduk yang padat, Kota Pekanbaru berpotensi menghasilkan sampah hingga 11 ton setiap harinya.Upaya pemanfaatan limbah biasanya ditekankan pada konsep R, yaitu reduce, recovery, reuse, recycle, dan reclamation. Sedangkan teknologi penangan untuk sampah diantaranya adalah metode sanitary landfill, gasifikasi, pirolisis baik menggunakan katalis maupun tidak menggunakan katalis, dan insinerasi. Ada juga beberapa alternatif penanganan lain yang dapat dilakukan, seperti pembriketan, pengkomposan, digestor anaerobic, maupun dijadikan pellet untuk pakan ternak. Sampah Kota Pekanbaru yang menumpuk di TPA dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik dengan menggunakan proses gasifikasi. Mula-mula sampah yang terkumpul diturunkan kadar airnya dan dirajang untuk menyeragamkan ukuran. Sampah selanjutnya dibakar pada suhu 150–900°C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900–1400°C, serta proses reduksi pada suhu 600–900°C dengan gasifier tipe downdraft. Gas-gas dan partikel halus masuk ke dalam combustion chamberdan dibakar pada suhu >1600F. Panas dari gas direcovery dengan water wall dan boiler untuk menghasilkan uap air.Steam yang dihasilkan dari boiler kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin. Melalui generator listrik diubah menjadi energi listrik yang dapat langsung didistribusikan.Hasil pembakaran sampah ini akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO, CO2, O2, NOX dan SOX yang diikuti oleh penurunan kadar O2. Teknologi yang digunakan untuk mengurangi emisi NOX adalah denitrifikasi. Denitrifikasi dilakukan dengan menginjeksi amonia ke dalam peralatan denitrifikasi. Gas NOX didalam gas buang akan bereaksi dengan amonia (dengan bantuan katalis) sehingga emisi NOX akan berkurang. Untuk mengurangi emisi SO2 digunakan teknologi desulfurisasi, baik FGD basah maupun FGD kering. Pengendalian partikel debu pada gas buang dilakukan dengan teknologi dedusting. Peralatan ini dipasang setelah peralatan denitrifikasi. Salah satu jenis peralatan ini adalah elestrostatic precipitator (ESP), berupa elektroda yang ditempatkan pada aliran gas buang. Elektroda diberi tegangan antara 40-60 kV DC sehingga dalam elektroda akan timbul medan magnet. Setelah gas buang melewati peralatan-peralatan pengendalian emisi gas buang NOX, SO2 dan partikel debu, gas dialirkan ke cerobong dan di buang ke udara bebas diketinggian.
Kata Kunci : Emisi, Gasifikasi, Listrik, Sampah.





BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Sampah  dan  energi  merupakan  hal krusial saat ini terutama untuk kota besar. Dikota  besar,  kepadatan  penduduk menyebabkan  penumpukan  volume  sampah yang  tidak kecil.  Disisi  lain,  kebutuhan  akan energi sebagai penunjang kehidupan mereka meningkat  semakin  tajam. Keterbatasan energi  yang  bergantung  pada  energi  fosil memaksa  pencarian  energi  alternatif  baru untuk  mengganti  energi  fosil.  Sampah  yang volumenya  semakin  menumpuk  dapat dimanfaatkan  untuk  menghasilkan  energi alternatif  penghasil  bahan  bakar  pengganti bahan bakar fosil melalui pirolisis[Widya, et al : 2013].

Saat ini, penumpukan sampah rumah tangga merupakan salah satu masalah yang sulit di tangani. Produksi sampah yang dihasilkan masyarakat Pekanbaru sendiri terus mengalami peningkatan secara signifikan dari 8 ton dalam sehari, saat ini sudah meningkat tajam menjadi 11 ton per hari [riau.go.id : 2014].Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah seperti pengambilan oleh pemulung pada sampah yang dapat didaur ulang. Penanganan sampah yang mudah busuk telah dilakukan pengolahan dengan komposting. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah yang harus dikelola dan memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan residu sampah di TPA hingga saat ini masih menggunakan pembakaran dan  open dumping. Pembakaran bigasanya dilakukan dengan insenerator atau pembakaran di tempat terbuka. Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara[Garg, et al : 2009].

Sampah organik biodegradable membutuhkan waktu proses yang relatif lama untuk dapat kering secara alami, yaitu sekitar 30-50 hari dengan komposting. Penggunaan sampah sebagai bahan bakar mempunyai dua tujuan, pertama untuk mereduksi sampah yang akan  masuk di landfill  dan memberikan substansi energi bahan bakar fosil[Garg, et al : 2009].

Kebutuhan listrik riau ketika beban puncak bisa mencapai 225,80 MW dan belum didukung pasokan listrik memadai. Dalam masalah listrik, Riau ibarat pepatah, ”Besar Pasak daripada Tiang“. Karena, lima pembangkit yang memasok listrik ke wilayah Riau masih belum mampu memenuhi total kebutuhan listriknya. Lima pembangkit listrik itu hanya mampu memasok 190,8 mega watt (MW). Pembangkit itu terdiri Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang 114 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Teluk Lembu 43,3 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Teluk Lembu 7,5 MW, PLTD Dumai atau Bagan Besar 8 MW dan PLTG Riau Power 20 MW. Jadi Riau masih defisit sampai 135,47 MW [pln.co.id : 2015].
Dari permasalahan di atas, akan dikaji bagaimana pemanfaatan sampah Kota Pekanbaru menjadi energi alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan listrik di riau.

1.2         Rumusan Masalah

1.             Bagaimanakah pemanfaatan sampah di Kota Pekanbaru menjadi energi listrik alternatif?

2.             Bagaimanakah proses konversi sampah menjadi energi listrik?

3.             Bagaimanakah pengendalian emisi gas buang dan limbah padat hasil proses pembangkit energi listrik?

1.3         Tujuan

1.             Memanfaatkan sampah di Kota Pekanbaru menjadi energi listrik alternatif.

2.             Mengetahui proses konversi sampah menjadi energi listrik.

3.             Mengetahui cara pengendalian emisi gas buang dan limbah padat hasil proses pembangkit energi listrik.

1.4         Manfaat

1.             Bagi Peneliti

Meningkatkan  kreativitas  dan  menumbuhkan  kepekaan  terhadap  lingkungan sekitar dan turut serta dalam membantu permasalahan di masyarakat.

2.             Bagi Masyarakat

Memberikan cara alternatif untuk memanfaatkan sampah perkotaan yang belum termanfaatkan sebagai sumber energi listrik alternatif .

 

 

3.             Bagi Pemerintah

Memberikan  gambaran  kebijakan terkait pengolahan  sampah perkotaan  dan memberikan alternatifsumber energi yang dapat digunakan untuk mengahadapi krisis energi listrik di Indonesia.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Penanganan Sampah Saat Ini
Sampah waste, atau garbage merupakan bahan sisa dari kegiatan manusia yang dianggap tidak lagi memiliki nilai ekonomis. Sampah bisa digolongkan menjadi sampah anorganik, seperti plastik dan logam tidak dapat diolah dengan cara memanfaatkan aktivitas organisme hidup lainnya (non-biodegradable waste) dan sampah organik atau biodegradable wasteyang berasal dari sisa makanan, tumbuhan, hewan, kertas, plastik jenis biodegradable, manure (kompos), dan sewage (liquid waste)[Wahyono : 2001].
Gambar 1Komposisi sampah
Prosedur penanganan sampah yang umum dilaksanakan oleh daerah perkotaan saat  ini adalah dengan metode 3P (pengumpulan,  pengangkutan dan pembuangan). Sampah dikumpulkan dari sumbernya dan diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) lantas diangkut lagi ke tempat pembuangan akhir (TPA). Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar bisa terangkut ke TPA karena jumlah armada angkutan sampah masih jauh dari jumlah yang diperlukan. TPA yang beroperasi saat ini umumnya menggunakan sistem landfill  atauopendumping.Area open dumping biasanya berupa area terbuka cukup luas yang digali atau bekas jurang. Area tersebut kemudian digunakan  sebagai tempat pembuangan sampah dari segala penjuru kota. Pengoperasian open dumpingrelatif mudah, murah dan luwes. Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan terutama dari air lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan lalat yang mengganggu [Wahyono : 2001].
2.2         Pendayagunaan Sampah
Terminologi daur-ulang di Indonesia sudah cukup lama digunakan, namun selama ini pengertiannya bukan hanya identik dengan recycle, tapi digunakan juga untuk menjelaskan aktivitas lain, seperti reuse dan sebagainya.
Gambar 2Tingkatan hierarki sampah
Upaya pemanfaatan limbah biasanya ditekankan pada hal-hal sebagai berikut.
1.             Reduce, yaitu upaya mengurangi terbentuknyalimbah, termasuk penghematan atau pemilihan bahan yang dapat mengurangi kuantitas limbah serta sifat bahaya dari limbah.
2.             Recovery, yaitu upaya untuk memberikan nilai kembali limbah yang terbuang, sehingga bisa dimanfaatkan kembali dalam berbagai bentuk, melalui upaya pengumpulan dan pemisahan yang baik.
3.             Reuse, yaitu upaya yang dilakukan bila limbah tersebut dimanfaatkan kembali tanpa mengalami proses atau tanpa transformasi baru, misalnya botol minuman kembali menjadi botol minuman
4.             Recycle, yaitu misalnya botol minuman dilebur namun tetap dijadikan produk yang berbasis pada gelas. Bisa saja terjadi bahwa kualitas produk yang baru sudah mengalami penurunan dibanding produk asalnya.
5.             Reclamation, yaitu bila limbah tersebut dikembalikan menjadi bahan baku baru, seolah-olah sumber daya dalam yang baru. Limbah tersebut diproses terlebih dahulu, sehingga dapat menjadi input baru dari suatu kegiatan produksi, dan dihasilkan produk yang mungkin berbeda dibanding produk asalnya [Damanduri & Padmi : 2011].
2.3         Teknologi Penanganan Sampah
2.3.1   Sanitary Landfill
Sanitary landfill merupakan pembuangan akhir sampah di suatu area terbuka skala besar dan tempat  pembuangan  itu dirancang untuk sedapat mungkin  tidak mencemari lingkungan, misalnya dengan memberi lapisan kedap air pada dasar landfill, membuat saluran air lindi, pemipaan gas dan penutupan dengan lapisan tanah secara reguler. Dengan  sistem itu diharapkan masalah bau, lalat, polusi air atau tanah dapat direduksi atau dihilangkan. Adanya proses dekomposisi sampah  di  dalam sanitary landfill menghasilkan biogas yang dapat dipanen dan dimanfaatkan sebagai bahan  bakar [Damanhuri, 2001].
2.3.2   Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pengubahan materi yang mengandung karbon seperti batubara, minyak bumi, maupun biomassa ke dalam bentuk karbon monoksida (CO) dan hydrogen (H2) dengan mereaksikan bahan baku yang digunakan pada temperatur tinggi dengan jumlah oksigen yang diatur. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengubah unsur-unsur pokok dari bahan bakar yang digunakan ke dalam bentuk gas yang lebih mudah dibakar, sehingga hanya menyisakan abu dan sisa-sisa material yang tidak terbakar (inert).
Reaktor gasifikasi dapat dibagi ke dalam beberapa kategori berdasarkan sumber panas dan arah aliran gas yang terjadi, yaitu sebagai berikut [Hantoko, et al : 2015].
1.             Reaktor Gasifikasi Tipe Updraft
Pada reaktor gasifikasi tipe updraft, zona pembakaran (sumber panas) terletak di bawah bakan bakar dan bergerak ke atas seperti tampak dalam gambar 2.3. Berdasarkan gambar di bawah, tampak bahwa gas panas yang dihasilkan mengalir ke atas melewati bahan bakar yang belum terbakar sementara bahan bakar akan terus jatuh ke bawah. Kekurangan tipe ini adalah produksi asap yang berlebihan dalam operasinya.
Gambar 3 reaktor gasifikasi tipe updraft
2.             Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft
Pada reaktor gasifikasi tipe ini, sumber panas terletak di bawah bahan bakar seperti pada gambar 2.4 tampak bahwa aliran udara bergerak ke zona gasifikasi di bagian bawah yang menyebabkan asap pirolisis yang dihasilkan melalui zonagasifikasi yang panas. Hal ini membuat tar yang terkandung dalam asap terbakar, sehingga gas yang dihasilkan oleh reaktor ini lebih bersih. Keuntungan tipe ini adalah reaktor ini dapat digunakan untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan menambahkan bahan bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk operasi yang berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang baik, agar bahan bakar bias ditambahkan kedalam reaktor.
Gambar 4 Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft
3.             Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft
Prinsip kerja reaktor gasifikasi tipe ini sama dengan prinsip kerja reaktor gasifikasi downdraft gasifiers. Perbedaan antara reaktor gasifikasi downdraftgasifiers dengan reaktor gasifikasi inverted downdraft gasifiers terletak pada arah aliran udara dan zona pembakaran yang dibalik, seperti pada gambar 2.5. Sehingga bahan bakar berada pada bagian bawah reaktor dengan zona pembakaran diatasnya. Aliran udara mengalir dari bagian bawah ke bagian atas reaktor.
Gambar 5 Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft
4.             Reaktor Gasifikasi Tipe Crossdraft
Pada reaktor ini, aliran udara mengalir tegak lurus dengan arah gerak zona pembakaran. Reaktor tipe ini memungkinkan operasi yang berkesinambungan apabila memiliki sistem pengeluaran abu yang baik.
5.             Reaktor Gasifikasi Tipe Fluidized Bed
Pada reaktor gasifikasi tipe ini, bahan bakar bergerak di dalam reaktor. Sebuah fan bertekanan tinggi diperlukan untuk menggerakkan bakan bakar yang sedang digasifikasi. Kekurangan reaktor gasifikasi tipe ini adalah mahalnya ongkos yang digunakan untuk sistem seperti ini.
2.3.3   Pirolisis
Pirolisis dapat didefinisikan sebagai dekomposisi thermal material organik pada suasana  inert(tanpa kehadiran oksigen) yang akan menyebabkan terbentuknya senyawa volatil. Pirolisis pada umumnya diawali pada suhu 200°C dan bertahan pada suhu sekitar 450–500 °C. Pirolisis suatu biomassa akan menghasilkan tiga macam produk, yaitu produk gas, cair, dan padat (char). Jumlah produk gas, cair dan chartergantung pada jenis prosesnya (suhu dan waktu pirolisis), seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Produk Cair, Padat dan Gas pada Berbagai Jenis Pirolisis
Jenis Pirolisis
Komposisi
Gas
Cair
Padat (Char)
Fast Pyrolysis
- suhu moderat (500 °C)
- waktu pirolisis singkat ( < 2 detik)
13 %
75 % (senyawa organik)
12%
Carbonization
- suhu relatif rendah
- waktu pirolisis lama
35 %
30 % (air)
35 %
Gasification
- suhu tinggi ( > 800 oC)
- waktu pirolisis lama
85 %
5 % (tar)
10 %
[sumber: Danarto, et al : 2010]
Yield  yang  tinggi  dari  cairan fast pyrolysis dapat diperoleh dari kombinasi yang optimal,antara laintingkat pemanasan yang sangat tinggi, temperatur uap air di bawah 600°C, residence timeuap air yang sangat rendah dan pemunduran yang cepat dari resultan uap air. Meskipun produk utama dari gas, cair dan charterbentuk, antara gas dan chardiperkecil melalui kontrol temperatur dan residence timesecara umum 15-20% berat dari bahan baku kering. Temperatur tinggi yang dibutuhkan untuk pirolisis dapat diperoleh dalam beberapa cara, antara lainmemanaskan campuran gas-padat melalui dinding reaktor, memanaskan dengan transfer panas medium yaitu gas, misalnya preheated recycle gasatau cair, misalnya molten metalatau molten salt dan memanaskan melalui reaksi eksotermis ke dalam reaktor, misalnya oksidasi parsial [Danarto, et al : 2010].
2.3.4   Pirolisis Katalitik
Pirolisis katalitik adalah proses pirolisis yang menggunakan katalisator.Katalisator di sini berfungsi untuk memecah hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon rantai pendek (C1-C5). Disamping itu, katalisator mampu meningkatkan kecepatan dekomposisi dan memperbesar produk cair hasil pirolisis.Penelitian  pertama  pirolisis  katalitik,pirolisis polietilen menggunakan katalisator Pt/silika-alumina dan Pt/alumina. Beberapa tahun kemudian dilaporkan bahwa pirolisis polietilen menggunakan katalisator silika-alumina dapat memperpendek rantai polimer dan meningkatkan cabang rantai. Selanjutnyaditemukan bahwa katalisator zeolit merupakan katalisator yang paling efektif. Temperatur optimum pirolisis sampah poliolefin 410–430°C sedangkan jika menggunakan pirolisis katalitik maka temperatur optimum berkisar 390°C. Pirolisis katalitik dengan katalisator zeolit mendapati bahwa produk cair yang diperoleh berupa hidrokarbon dengan range C3 –C15[Danarto, et al : 2010].
2.3.5   Insinerasi
Insinerasi  adalah  proses pembakaran sampah yang  terkendali menjadi gas dan abu di dalamincinerator.  Gas yang dihasilkan adalah karbondioksida dan gas-gas yang  lain yang  kemudian dilepaskan ke udara. Sedangkan abunya dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainnya sehingga menjadi  produk  berguna.  Untuk mendapatkan  operasi insinerasi yang optimum dan efisien, proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu  yangdihasilkan sekecil mungkin dan emisi gas berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses pembakaran antara lain adalah karakteristik sampah, kontrol pembakaran  (waktu, turbulensi, dan temperatur),  suplai udara (oksigen), bahan bakar yang ditambahkan dan kontrol emisi gas [Shoiful : 2008].
Desain incinerator yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya polusi udara oleh gas buangnya dan polusi tanah dan air oleh pembuangan residunya. Adanya potensi pencemaran  tersebut mempengaruhi masyarakat untuk berhati-hati dalam menerima teknologi incinerator. Berdasarkan material sampah yang akan  dibakar, incinerator terbagi atas berbagai jenis seperti incinerator di pusat pembuangan sampah (skala TPA), incinerator untuk kawasan terbatas  (skala  TPS untuk pemukiman), incinerator untuk bulky material(seperti ban bekas,  perabotan rumah tangga bekas, sampah kayu, dan sebagainya), incinerator untuk sampah berbahaya (seperti sampah rumah sakit,  sampah radioaktif, dan sebagainya), dan incinerator untuk lumpur (seperti lumpur dari  saluran pembuangan sampah cair) [Shoiful : 2008].
2.4         Alternatif Penanganan Lain
2.4.1   Briket Sampah
Sampah organik yang bersifat keras seperti ranting dan batok kelapa dapat dijadikan briket bahan  bakar.  Sampah tersebut  dibakar di dalam wadah atau drum selapis demi selapis sampai menjadi arang, kemudian  dihancurkan menjadi bubuk. Sementara itu dipersiapkan pula adonan daun segar  yang telah digerus. Serbuk arang dan adonan daun kemudian dicampur dengan komposisi 83% serbuk arang dan 13% adonan daun. Campuran tersebut kemudian dicetak atau dipres menjadi briket dengan beberapa lubang di dalamnya. Fungsi dari adonan daun adalah untuk merekatkan serbuk arang [Fitriyah :2010].
2.4.2   Teknologi Pengkomposan
Teknologi pengkomposan  secara aerob  dapat digunakan untuk sanitasi sampah  karena kemampuannya dalam memproduksi panas yang tinggi dalam jangka waktu tertentu.  Prinsip  utama sanitasi  sampah  dengan  sistempengkomposan  adalah  berdasarkan pedoman hubungan antara  suhu  tinggi dengan waktu pengeksposan terhadap suhu tersebut. Hal ini seperti yang berlaku pada teknik pasteurisasi. Pada teknik pasteurisasi susu dipanaskan sampai suhu 60-63°C selama  20-30  menit  untuk membebaskannya dari bakteri pathogen [Sulistyorini : 2005].
Temperatur yang relatif rendah dengan waktu pengeksposan yang relatif lama akan sama efektifnya dengan temperatur yang tinggi dengan  waktu pengeksposan yang pendek. Proses pengkomposan secara aerobik dapat menghasilkan suhu sampai 70°C dalam waktu yang relatif lama  sehingga menimbulkan efek seperti  proses pasteurisasi yang dapat mereduksi atau membasmi patogen, parasit, dan bibit gulma. Suhu tinggi yang dihasilkan tersebut terjadi secara alamiah sebagai hasil dari proses  degradasi materi organik dalam kondisi aerobic [Sulistyorini : 2005].
2.4.3   Digestor Anaerobik
Sampah organik dapat difermentasikan di ruang tertutup  (reaktor atau digestor) secara  anaerobik untuk menghasilkan biogas. Sebelum dimasukan ke dalam digestor, sampah dicacah terlebih dahulu dan dijadikan bubur. Dengan memanfaatkan kinerja bakteri anaerobik, dari sampah yang terdekomposisi  muncul  gas  yangmengandung metan. Dari 1 m3biogas akan terkandung energi sekitar 5500 kcal yang ekuivalen dengan 0,58 liter bensin atau 5,80 kWH listrik [Damanhuri : 2001]. 


2.4.4   Pelet Pakan Ternak
Sisa-sisa makanan dari  warung makan atau restoran dapat dimanfaatkan menjadi pelet. Pertama, sisa makanan dicacah dan diblender  menjadi  bubur setengah padat. Kemudian padatan tersebut masuk ke dalam screw presssehingga kadar airnya berkurang dan  selanjutnya masuk ke peletizer. Padatan yang  sudah menjadi pelet kemudian dikeringkan dan dikemas, siap menjadi pakan ternak[Balai Pengkajian TeknologiPertanian Bali : 2006].
2.5         Teknologi Sterilisasi Sampah Organik
Umumnya patogen bersifat mesofil, yakni hidup pada suhu dibawah 40°C. Oleh karena itu, patogen akan mati jika diekspos pada suhu tinggi dalam waktu tertentu. Teknologi  yang dapat digunakan untuk mereduksi dan membasmi patogen yang berada dalam sampah organik antara  lain adalah  pasterurisasi, perlakuan dengan panas yang tinggi, iradiasi  dan pengkomposan. Diantara keempat teknologi tersebut, teknologi pengkomposan merupakan cara yang mudah, murah, dan cocok untuk kondisi Indonesia. Teknologi sanitasi selain kompos biayanya besar dan operasional serta pemeliharaanya juga relatif sulit [Wahyono : 2001].



BAB III
METODE PENULISAN

   Penulisan karya tulis dilakukan dengan telaah pustaka. Dengan mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah maka diambil kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikaji. Literatur yang dijadikan referensi berasal dari beberapa buku, jurnal,artikel, serta informasi-informasi dari internet.
   Studi literatur dimulai dengan mendapatkan data jumlah sampah yang ada di Kota Pekanbaru dan suplai listrik yang ada. Data ini sangat diperlukan sebagai dasar perlunya dikembangkan sampah perkotaan Pekanbaru sebagai sumber energi alternatif untuk menghasilkan listrik. Ide tersebut kemudian dianalisis dengan mencari informasi pendukung sehingga ide tersebut mungkin dijadikan alternatif baru penanganan masalah sampah dan krisis energi di Kota Pekanbaru. 
Data selanjutnya yang dicari adalah proses konversi sampah menjadi energi listrik. Berdasarkan data-data yang didapatkan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman pengolahan sampah menjadi energi listrik alternatif. Sehingga dengan mendapatkan cara pembuatannya maka strategi pengembangan konversi sampah menjadi energi listrik dapat dilakukan dan ditariklah sebuah kesimpulan yang merupakan jawaban dari penanggulangan yang ditemukan.



BAB IV
PEMBAHASAN
4.1         Pemanfaatan Potensi Sampah di Kota Pekanbaru
Sampah telah menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengaturan pengelolaan sampah ini bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat dan menjadikan sampah sebagai sumber daya [www.sanitasi.net : 2015].
Produksi sampah yang dihasilkan masyarakat Pekanbaru, Riau, terus mengalami peningkatan secara signifikan, jika sebelumnya produksi sampah hanya berkisar 8 ton saja dalam sehari, namun untuk saat ini sudah meningkat tajam menjadi 11 ton per hari[riau.go.id : 2014]. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru mengatakan, meningkatnya jumlah sampah di Pekanbaru ini disebabkan jumlah penduduk yang juga terus mengalami pertambahan. Saat ini jumlah penduduk Pekanbaru sudah 1,3 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan peningkatan jumlah sampah di Kota pekanbaru berpotensi untuk dikonversi menjadi energi listrik. Kebutuhan listrik Riau ketika beban puncak bisa mencapai 225,80 MW. Beban puncak yang besar belum didukung pasokan listrik memadai. Karena, lima pembangkit yang memasok listrik ke wilayah Riau masih belum mampu memenuhi total kebutuhan listriknya. Jadi Riau masih defisit sampai 135,47 MW [pln.co.id : 2015].
Proses konversi sampah menjadi energi listrik dilakukan dengan cara gasifikasi yaitu teknologi menggunakan proses pembakaran. Adapun lokasi yang akan digunakan berada di Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai Pesisir yang berjarak lebih kurang 18,5 km dari pusat Kota Pekanbaru dan kurang lebih 1,2 km dari Kelurahan Muara Fajar serta sekitar 300 m dari rumah penduduk (RT.I/RW.II). Dari pemanfaatan lahan TPA ini akan direncanakan pembanguan PLTU, dimana lahan seluas 8,6 Ha [wikimapia.org : 2015].
4.2         Konversi Sampah menjadi Energi Listrik Melalui Proses Gasifikasi
Sampah dikumpulkan ditempat penampungan yang untuk selanjutnya di bawa untuk dibakar. Sebelum pembakaran, sampah tersebut akan diturunkan kadar airnya dengan cara ditiriskan dalam bunker selama 5 hari.Dikarenakan cuaca yang cukup panas dan jarang hujan di Kota Pekanbaru, sehingga kadar air sampah tidak terlalu tinggi. Setelah kadar air berkurang tinggal 20%, sampah akan dirajang untuk mendapatkan ukuran yang seragam karena keseragaman umpan mempunyai hubungan yang erat dengan kandungan energi dari bahan bakar. Dengan bahan bakar umpan yang seragam maka kualitas gas yang dihasilkan akan lebih stabil.Kemudian dimasukan ke dalam tungku pembakaran, yang kemudian dibakar.
Gasifikasi biomas merupakan proses konversi secara termo-kimia bahan biomas padat menjadi bahan gas. Gasifikasi biomas didefinisikan sebagai pembakaran biomas tidak selesai yang menghasilkan gas bakar yang terdiri dari karbon monoxida (CO), Hidrogen (H2) dan sedikit metana (CH4). Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900°C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400°C, serta proses reduksi pada suhu 600–900°C. Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam keadaan kekurangan oksigen [teknoperta.wordpress.com].
Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Hasil yang diperoleh dari gasifikasi biomas merupakan campuran beberapa macam gas. Komponen utama bahan bakar dalam gas biomas adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas biomas 15 – 30%, sedang H2 antara 10 – 20% [teknoperta.wordpress.com].
Gambar 6 Skema Proses Gasifikasi Sampah Menjadi Energi Listrik
Sampah organik tidak stabil terhadap panas maka bermacam gas dilepaskan selama proses pembakaran. Gas-gas dan partikel halus masuk ke dalam combustion chamberdan dibakar pada suhu > 1600F. Panas dari gas direcovery dengan water wall dan boiler untuk menghasilkan uap air.Steam yang dihasilkan dari boiler kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin. Melalui generator listrik diubah menjadi energi listrik yang dapat langsung didistribusikan.Hasil pembakaran sampah ini akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO, CO2, O2, NOX dan SOX yang diikuti oleh penurunan kadar O2[teknoperta.wordpress.com].
4.3         Pengendalian Emisi Gas Buang dan Limbah Padat
4.3.1   Pengendalian Emisi Nitrogen Oksida (NOX)
Teknologi yang digunakan untuk mengurangi emisi NOX adalah denitrifikasi. Denitrifikasi dilakukan dengan menginjeksi amonia ke dalam peralatan denitrifikasi. Gas NOX didalam gas buang akan bereaksi dengan amonia (dengan bantuan katalis) sehingga emisi NOX akan berkurang. Peralatan denitrifikasi sering disebut selective catalytic reduction (SRC). Penerapannya dapat berupa perbaikan sistem boiler atau dengan memasang peralatan denitrifikasi pada saluran gas buang. Dengan peralatan ini NOX dalam gas buang dapat dikurangi sebesar 80-90% [artikel-teknologi.com : 2015].



4.3.2   Pengendalian Emisi Sulfur Oksida (SO2)
Untuk mengurangi emisi SO2 digunakan teknologi desulfurisasi.Nama yang umum untuk peralatan desulfurisasi adalah flue gas desulfurization (FGD).Ada dua tipe FGD yaitu FGD basah dan kering.Pada FGD basah, campuran air dan gamping disemprotkan dalam gas buang.Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-95%.Sedangkan FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur yang diinjeksikan ke dalam gas buang.Cara ini dapat mengurangi emisi SO2sampai70-97%. Hasil samping adalah gypsum dalam bentuk cair yang dapat digunakan sebagai campuran bahan bangunan [artikel-teknologi.com : 2015].
4.3.3   Pengendalian Partikel Debu Hasil Pembakaran
Pengendalian partikel debu pada gas buang dilakukan dengan teknologi dedusting.Peralatan ini dipasang setelah peralatan denitrifikasi.Salah satu jenis peralatan ini adalah elestrostatic precipitator (ESP).ESP berupa elektroda yang ditempatkan pada aliran gas buang. Elektroda diberi tegangan antara 40-60 kV DC sehingga dalam elektroda akan timbul medan magnet. Partikel debu dalam gas buang yang melewati medan magnet akan terionisasi dan akan berinteraksi dengan elektrode yang mengakibatkan debu akan terkumpul pada lempeng pengumpul. Lempeng pengumpul digetarkan untuk membuang debu yang sudah terkumpul.Efisiensi ESP untuk menghilangkan debu sangat besar yaitu mencapai 99.9%. Setelah gas buang melewati peralatan-peralatan pengendalian emisi gas buang NOX, SO2 dan partikel debu, gas dialirkan ke cerobong dan di buang ke udara bebas diketinggian [Arief : 2012].



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.             Gagasan  inovatif  ini  diharapkan  dapat  menjadi  penelitian  lebih  lanjut terhadap  pengkonversian sampahSampah di Kota pekanbaru berpotensi untuk dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan proses gasifikasi.
2.             Dengan dimanfaatkannya sampah di Kota Pekanbaru dapat mengurangi jumlah pencemaran sampah di Pekanbaru demi menjaga kelestarian lingkungan.
3.             Energi listrik yang dihasilkan dari proses Gasifikasi dapat dijadikan sebagai sumber listrik untuk memenuhi kekurangan kebutuhan listrik di Kota Pekanbaru.
5.2         Saran
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan peningkatan jumlah sampah di Kota pekanbaru berpotensi untuk dikonversi menjadi energi listrik di daerah-daerah  seluruh  Indonesia  dengan  potensinya  menjadi energi listrik alternatif  menuju Indonesia  Mandiri  Energi  2025.  Selain  itu  perlu  adanya  dukungan  penuh  dari berbagai pihak, pemerintah, pihak swasta, akademisi, dan seluruh masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA
Arief, Latar Muhammad. 2012. Pengolahan Limbah Gas. http://ikk357.weblog. esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/313/2012/12/LIMBAH-GAS.pdfDiakses 24 April 2015
Balai Pengkajian TeknologiPertanian Bali. 2006. Sampah untuk Pakan Ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 3
Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. 2011. Diktat Kuliah TL-3104 Pengelolaan Sampah. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Damanhuri, Enri. 2001.  Minimisasi Sampah Terangkut dan Optimasi TPA.Dalam  Workshop Sehari tentang Pengelolaan Sampah di  Kawasan Metropolitan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Danarto,Y.C., dkk. 2010. Limbah Serbuk Kayu dengan Katalisator Zeolit. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Fitriyah, Lailatul, dkk. 2010. Diversifikasi Briket Berbahan Dasar Sampah Organik Sebagai Alternatif Baru Bahan Bakar Bagi Masyarakat. Malang : Universitas Negeri Malang.
Garg, A., dkk. 2009. An Integrated Appraisal Of Energy Recovery Options In The United Kingsom using Solid Recovery Fuel Derived from Municipial Solid Waste. Waste Manage. 29, 2289-2297
Hantoko, Dwi, dkk. 2015. Simulasi Termodinamika Perengkahan Tar pada Keluaran Fixed Bed Gasifier. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta.
Shoiful, Ahmad. 2008. Pedoman Teknis Terbaik yang Tersedia dan Petunjuk Praktik Lingkungan Hidup Terbaik Kategori Insinerasi Limbah Padat Perkotaan.Guidelines on Best Available Techniques (BAT) And Provisional Guidance on Best Environmental Practices (BEP) – Municipal Solid Waste Incinerator
Sulistyorini, Lilis. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1
Wahyono, Sri. 2001. Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 113-118
Wijayanti, Widya, dkk. 2013. Metode Pirolisis Untuk Penanganan Sampah Perkotaan Sebagai Penghasil Bahan Bakar Alternatif. Universitas Brawijaya
http://artikel-teknologi.com/metode-mengendalikan-emisi-nox-pada-gas-buang-boiler/ Diakses 24 April 2015
http://mediacenter.riau.go.id/read/8056/setiap-hari-pekanbaru-hasilkan-11-ton-sampah.html Diakses 23 April 2015
https://teknoperta.wordpress.com/2012/05/04/gasifikasi-biomas/Diakses 24 April 2015
http://wikimapia.org/11923857/id/Lokasi-TPA-Muara-Fajar-RumbaiDiakses 24 April 2015
http://www.pln.co.id/riau/?p=3343 Diakses 23 April 2015
http://artikel-teknologi.com/metode-mengendalikan-emisi-so2-pada-gas-buang-boiler/ Diakses 24 April 2015





DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Biodata Penulis 1
A.           Identitas Diri
1.             Nama Lengkap                          : Azhari Harahap
2.             NIM                                           : 1307112953
3.             Program Studi/ Jurusan             : Teknik Kimia S1 / Teknik Kimia
4.             Fakultas                                     : Teknik
5.             Tempat dan Tanggal Lahir        : Padangsidimpuan, 28 Februari 1995
6.             Alamat                                       : Jl. Taman Karya, Panam, Pekanbaru
7.             E-mail                                        : azhariharahap228@ymail.com
8.             Nomor Telepon/HP                   : 085762253302
B.            Penghargaan kepenulisan selama menjadi mahasiswa (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)
No
Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi Penghargaan
Judul Karya
Tahun







Biodata Penulis 2
A.           Identitas Diri
1.             Nama Lengkap                          : Meliana Dewi
2.             NIM                                           : 1307123438
3.             Program Studi/ Jurusan             : Teknik Kimia S1/Teknik Kimia
4.             Fakultas                                     : Teknik
5.             Tempat dan Tanggal Lahir        : Purbalingga, 24 Juni 1995
6.             Alamat                                       : Jl Manyar Sakti Panam, Pekanbaru
7.             E-mail                                        : meliana.dewi1995@gmail.com
8.             Nomor Telepon/HP                   : 082390344070


B.            Penghargaan kepenulisan selama menjadi mahasiswa (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)
No
Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi Penghargaan
Judul Karya
Tahun









Tidak ada komentar:

Posting Komentar