Saat ini adalah masa
dimana orang-orang berkepribadian
ekstrovert disanjung-sanjung dan berkepribadian
ekstrovert itu sendiri dianggap baik. Mereka yang ekstrovert dipandang sebagai
orang-orang yang mampu bersosialisasi
dengan baik, luwes, fleksibel dan memiliki kepribadian yang menawan. Sementara mereka yang introvert
dipandang buruk, canggung, dan tidak memiliki kemampuan bersosialisasi. Namun benarkah bahwa
menjadi orang yang introvert adalah buruk dan menjadi orang yang ekstrovert
adalah baik?
Orang yang pertama kali mengemukakan tentang introvert dan ekstrovert ini adalah Carl Gustav Jung, seorang psikoanalisis yang menjadi kawan sekaligus murid Sigmund Freud. Dan coba tebak kepribadian manakah menurut Jung yang terbaik?
“Introvert, bukan ekstrovert”.
Menurut Jung, orang-orang introvert adalah mereka yg terampil dalam
melakukan perjalanan ke dunia dalam, yaitu diri mereka sendiri. Mereka selalu
mencoba memahami diri mereka sendiri dengan melakukan banyak perenungan dan
berkontemplasi. Pada akhirnya mereka menjadi orang yang memahami dirinya,
berpendirian keras, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, dan mengetahui apa
yang menjadi tujuan dalam hidupnya. Namun mereka yg introvert seringkali terlalu
disibukkan dengan dirinya sendiri, kurang peka terhadap lingkungannya dan
akhirnya lingkungannya juga tidak dapat menerima mereka yg introvert dengan
baik. Mereka tau apa yg mereka mau namun sulit untuk mengkomunikasikannya
kepada orang lain. Hal ini membuat mereka yang introvert seringkali dicap
sebagai orang aneh.
Sementara itu mereka yg ekstrovert terampil dalam melakukan perjalanan ke dunia luar. Mereka dengan luwes dapat berinteraksi dengan banyak orang. Membuat orang lain terkagum-kagum dan menyukainya. Namun semua ini dilakukan dengan mengorbankan dirinya sendiri. Mereka sering terpaksa mengorbankan kepribadiannya sendiri agar dapat diterima oleh orang banyak. Singkatnya, mereka yang ekstrovert dan mudah bergaul biasanya adalah orang yang sering berganti-ganti dalam menggunakan personanya.
Persona, dari bahasa Yunani yang berarti topeng. Dalam psikologi,
persona sering diidentikkan dengan kepribadian. Dari kata persona ini juga
muncul kata ”personality” dan ”person”. Kita menggunakan topeng seorang murid
saat kita berhadapan dengan guru. Menggunakan topeng orang sholeh saat
berhadapan dengan ustadz. Menggunakan topeng seram saat berhadapan dengan
musuh. Dan begitu seterusnya dalam hidup kita, terus berganti-ganti topeng. Permasalahannya
adalah orang-orang yg ekstrovert lebih
sering berganti topeng. Akhirnya dirinya tidak lagi memahami siapa dirinya yang
sebenarnya. Makanya tidak mengherankan apabila kita sering menemui orang yg
gaul, bintang film, memiliki banyak teman, seakan-akan memiliki hidup yang
sempurna, namun pada kenyataannya dia merasa tidak bahagia dengan hidupnya.
Terlihat kuat namun sebenarnya sangat lemah secara mental. Banyak berkata2
namun tanpa makna. Banyak teman namun sering kesepian.
Inilah akibat yang timbul apabila terlalu sering berganti topeng.
Seperti di film ”The Mask”, yang meskipun topengnya memberikan kekuatan, namun
pada akhirnya topeng tersebut menguasai jiwa si pemakainya. Membuat pemakainya
kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Orang-orang introvert memiliki
kendali atas dirinya sendiri, namun seringkali mengalami penolakan oleh
lingkungannya. Orang-orang ekstrovert dapat memiliki segalanya, kecuali satu, dirinya sendiri.
Tetapi bagaimanapun, jika kita termasuk introvert
sudah seharusnya kita harus tetap berhubungan dengan lingkungan sekitar kita. Manusia
adalah makhluk sosial yang pastinya harus bersosialisasi. Dan jika termasuk
kedalam introvert, diri kita juga butuh untuk diperhatikan. Bukan hanya sekedar
perhatian fisik, tetapi jiwa. Jiwa itu hidup, jadi berikan dia kehidupan dengan
melakukan hal-hal yang kita ingin dan bisa lakukan sendiri.